-aSSalamuaLaikum-

-Ku bErHarap TuLisan DaLam bLog ini bErmAnfaaT-

Sabtu, 20 September 2014

RISALAH HATI

Cinta... Cinta adalah anugrah dari Tuhan untuk hambanya... dengan cinta,kita dapat menatap kehidupan lebih indah. cinta dapat tumbuh pada siapa dan dengan siapa saja. cinta hamba pada Tuhannya, cinta hamba pada Nabinya, cinta ibu pada anaknya, cinta anak pada keluarganya, cinta manusia pada dunianya, dan cinta anak manusia pada sesama. Dalam hal ini, risalah hati sedikit menelisik tema sebuah kisah cinta... sesungguhnya cinta tak pernah salah.. cinta dapat berlabuh pada setiap hati dengan cara dan waktu yang beragam... ........................................................................................................................ DEAR PEMBACA SETIA tujuh_star.blogspot.com .. mungkin ada diantara kalian yang sedang jatuh cinta, patah hati, ato bahkan trauma untuk mendengar kata "cinta"...mungkin apa yang kamu rasakan bisa jd inspirasi karena nilai "pendidikan" untuk kita dewasa dalam menatap kehidupan ini.. khususnya diri kita dalam menyikapi perasaan.. yuk share cerita dalam bentuk tulisan xan yang ada hubungannya dengan "cinta" di komen blog ini.. jika menurut saya cerita kalian menarik, akan ada hadiah menarik dari saya...

Jumat, 09 Mei 2014

METODE "SAKTI" SEBAGAI STRATEGI ALTERNATIF PENGEMBANGAN KEMITRAAN MENUJU LEMBAGA PAUD MANDIRI

METODE "SAKTI" SEBAGAI STRATEGI ALTERNATIF PENGEMBANGAN KEMITRAAN MENUJU LEMBAGA PAUD MANDIRI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan yang sangat fundamental bagi terwujudnya sumber daya manusia unggul dan bermartabat (Depdiknas, 2010). Melalui layanan PAUD, transfer nilai dan norma dapat diajarkan sejak dini, oleh sebab itu pemerintah telah mencanangkan Pendidikan Anak Usia Dini sebagai salah satu prioritas pembangunan pendidikan di Indonesia. Upaya mewujudkan cita-cita tersebut, diperlukan adanya peran serta semua pihak dalam peningkatan dan pengembangan layanan PAUD. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 butir 14 (dalam Direktorat PAUD 2012) menyatakan bahwa “Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Pengertian tersebut membatasi layanan PAUD diperuntukkan bagi anak usia 0-6 tahun dengan memberikan rangsangan guna membantu memaksimalkan pertumbuhan jasmani dan rohani untuk mempersiapkan pendidikan selanjutnya. Pengertian tersebut diperjelas oleh pendapat Elizabeth G Hainstock (2002: 10) bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah merupakan jenjang pendidikan yang paling mendasar dan harus mendapat perhatian khusus. Usia dini merupakan periode perkembangan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Saat itu instrument dasar manusia terbentuk, bukan hanya kecerdasan saja tetapi seluruh kecakapan psikis atau yang disebut periode sensitif. Kedua pendapat tersebut mempertegas bahwa pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan untuk anak usia 0-6 tahun yang bersifat sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh anak usia dini, karena PAUD memiliki peran yang sangat fundamental yaitu berpengaruh pada pembentukan fisik dan mental anak di masa selanjutnya. Kementerian Pendidikan Nasional telah menetapkan PAUD sebagai salah satu program prioritas pembangunan pendidikan nasional dan mencanangkan sebuah Gerakan Nasional PAUD sebagai bagian dari upaya mempersiapkan generasi emas 100 tahun Indonesia merdeka. Untuk itu, Ditjen PAUDNI berupaya untuk secara lebih intensif memperluas akses dan meningkatkan mutu PAUD agar lebih terarah dan terpadu diantaranya melalui Program Pendidikan Anak Usia Dini Terpadu. Program PAUD Terpadu adalah program layanan pendidikan bagi anak usia dini yang menyelenggarakan lebih dari satu program PAUD (TK, KB, TPA, SPS) yang dalam pembinaan, penyelenggaraan dan pengelolaannya dilakukan secara terpadu atau terkoordinasi (Direktorat PAUD, 2012). Dewasa ini perkembangan layanan PAUD berkembang pesat, perkembangan yang menonjol dapat ditunjukkan di wilayah Kabupaten Demak pada akhir tahun 2013 telah tercatat terdapat 1.455 lembaga PAUD (TK, KB, TPA, SPS). Jumlah ini sungguh menakjubkan, mengingat Kabupaten Demak secara geografis merupakan wilayah perdesaan yang bukan berkedudukan sebagai kabupaten kota. Hal ini menunjukkan bahwa animo penyelenggara lembaga PAUD di Kabupaten Demak terhadap pendidikan untuk anak-anak sangat tinggi. Sekaligus menunjukkan semakin tingginya kepedulian dari berbagai lembaga untuk menyediakan layanan pendidikan yang tepat untuk anak usia dini. Perkembangan tersebut merupakan sebuah angin segar untuk dunia pendidikan, karena dengan banyaknya akses layanan pendidikan diharapkan tidak ada anak usia dini yang tidak mengenyam pendidikan, karena usia dini merupakan masa keemasan (the golden age) yang sekaligus sebagai periode yang sangat kritis dalam tahap perkembangan manusia. Dalam Depdiknas (2010), hasil penelitian mengungkapkan bahwa sampai usia 4 tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah mencapai 50%. Pada usia 8 tahun mencapai 80%, dan sisanya sekitar 20% diperoleh pada saat anak berusia 8 tahun ke atas. Pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia dini sangat menentukan derajat kualitas kesehatan, intelegensi, kematangan emosional dan produktivitas manusia pada tahap berikutnya. Dengan demikian pengembangan anak usia dini merupakan investasi sangat penting bagi sumber daya manusia yang berkualitas. Disatu sisi, perkembangan lembaga layanan PAUD justru menimbulkan permasalahan intern bagi penyelenggaraan PAUD. Munculnya lembaga-lembaga PAUD dengan berbagai karakteristik mendorong adanya persaingan antar lembaga untuk mendapat simpati dari masyarakat, dalam hal ini orang tua. Orang tua sebagai stakeholder memiliki pengaruh terhadap kemajuan sebuah lembaga, karena semakin banyak lembaga dapat merekrut peserta didik, semakin besar kesempatan lembaga untuk mengembangkan diri. Jumlah peserta didik dan layanan prima menunjukkan eksistensi sebuah lembaga, karena di lingkungan masyarakat sering muncul anggapan bahwa lembaga yang memiliki jumlah peserta didik terbanyak dalam suatu wilayah menunjukkan lembaga tersebut berkualitas. Fenomena semacam ini menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga PAUD, mengingat jumlah lembaga PAUD sangat banyak dan semua membutuhkan peserta didik. Dewasa ini para orang tua mulai kritis dalam menentukan lembaga yang tepat untuk buah hati mereka, banyak pertimbangan yang dilakukan sebelum menjatuhkan pilihan. Letak geografis sebuah lembaga dengan tempat tinggal, kualitas pembelajaran, layanan prima, dan eksistensi lembaga menjadi faktor utama yang sangat menentukan. Pertimbangan orang tua itulah yang mendorong lembaga PAUD untuk berlomba meningkatkan kualitas melalui keberagaman kegiatan pembelajaran. Padahal dalam kenyataannya, sebuah lembaga tidak mungkin dapat menjalankan peran secara individual. Masih banyak dijumpai kekurangan di setiap lembaga PAUD, khususnya masih banyak lembaga yang belum memenuhi standar. Beberapa kelemahan dalam penyelenggaraan yang menonjol diantaranya belum dipahaminya: (1) Standar tingkat pencapaian perkembangan anak, (2) Standar Pendidikdan Tenaga Kependidikan, (3) Standar Isi, Proses, dan Penilaian, dan (4) Standar Sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan (PP No. 19 Th. 2005). Adanya standar profesionalitas inilah yang mendorong sebuah lembaga untuk menarik pihak lain untuk bekerja sama. Pihak-pihak yang dilibatkan inilah berkedudukan sebagai mitra yang dalam prosesnya disebut kemitraan. Kemitraan secara mendasar dapat dimaknai sebagai wujud hubungan kerjasama yang memiliki kesejajaran hak. Menurut Notoatmodjo (2006), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Kemitraan dapat dilakukan oleh siapapun dan dengan pihak manapun baik secara individu, organisasi, maupun kelembagaan. Kemitraan dalam dunia pendidikan merupkan suatu hal yang tidak asing untuk dilakukan, karena pada dasarnya kemitraan dapat dilalukan pada beberapa aspek termasuk di dunia pendidikan khususnya di lembaga PAUD. Kemitraan merupakan salah satu strategi yang ditempuh untuk mempercepat keberhasilan implementasi sebuah tujuan. Kemitraan tidak sekedar diterjemahkan kerjasama, akan tetapi kemitraan memiliki sebuah pola dan memiliki nilai strategis dalam mewujudkan keberhasilan sebuah lembaga PAUD. Secara konseptual kemitraan didefinisikan sebagai suatu komitmen antara dua atau lebih organisasi dengan maksud untuk mencapai tujuan (Constrction Institute CII, 1989). Kemitraan dapat dilakukan berupa transfer teknologi, transfer pengetahuan/ketrampilan, transfer cara belajar (learning exchange) atau berbagai hal yang dapat diperbantukan sehingga dapat menciptakan keterpaduan. Wujud nyata kemitraan dapat disepakati sebagai konsep kerjasama yang saling menguntungkan (mutualisme) yang dibangun atas dasar kepercayaan. Kemitraan yang bisa dilakukan di dalam lembaga PAUD sangat beragam, misalkan kemitraan terhadap orang tua siswa, instansi kesehatan, organisasi profesi, dinas terkait dan beberapa instansi yang dipandang sesuai dengan visi dan missi sebuah lembaga PAUD. Dewasa ini, adanya jaringan kemitraan selain memberikan manfaat, disatu sisi justru menimbulkan belenggu. Ibarat katak dalam tempurung, sebuah lembaga yang memiliki mitra khusus, misalkan mitra pemberi dana (baik berupa bantuan dari pemerintah, maupun donatur dari pihak lain) menimbulkan adanya sifat menggantungkan, dengan kata lain maanfaat yang dirasakan membuat sebuah lembaga menjadi statis. Keadaan ironis seperti ini yang mendorong munculnya opini: “Lembaga ada jika ada bantuan dan tidak ada jika tidak ada bantuan”. Lembaga seolah menjadi resipiens yang hanya mengharapkan bantuan dari mitra, tanpa ada pengembangan dan kemandirian. Selain itu, masih banyak pula dijumpai pengelola sebuah lembaga yang mengalami kebingungan dalam menjalin kemitraan. Kemitraan yang dibina lebih bersifat otodidak atau kebetulan tanpa adanya rencana dan identifikasi kebutuhan, sehingga hasilnya terkadang tidak sesuai tujuan. Berdasarkan deskripsi di atas, dalam karya tulis ini akan dipaparkan sebuah Metode “SAKTI” Sebagai Strategi Alternatif Pengembangan Jejaring Kemitraan Menuju Lembaga PAUD yang Mandiri. Diharapkan dengan metode “SAKTI”, pengelola memiliki pandangan tentang perluasan jejaring kemitraan dan tidak akan ada lembaga PAUD yang hanya menggantungkan diri, namun bisa mengembangkan lembaganya menjadi lembaga yang mandiri. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada karya tulis ilmiah ini adalah: 1. Bagaimana metode “SAKTI” dapat mengembangkan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri? 2. Bagaimana langkah-langkah strategi penerapan metode “SAKTI” dalam mengembangkan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri? 3. Bagaimana kekhasan dan keunikan metode “SAKTI” sebagai strategi alternatif pengembangan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri? 4. Bagaimana keinovasian metode “SAKTI” sebagai strategi alternatif pengembangan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri? 5. Bagaimanakah kendala dan faktor pendukung penerapan metode “SAKTI” sebagai strategi alternatif pengembangan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri? C. Tujuan Penulisan Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan metode “SAKTI” yang dapat mengembangkan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri? 2. Mendeskripsikan langkah-langkah strategi penerapan metode “SAKTI” dalam mengembangkan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri? 3. Mendeskripsikan kekhasan dan keunikan metode “SAKTI” sebagai strategi alternatif pengembangan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri? 4. Mendeskripsikan keinovasian metode “SAKTI” sebagai strategi alternatif pengembangan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri? 5. Mendeskripsikan kendala dan faktor pendukung penerapan metode “SAKTI” sebagai strategi alternatif pengembangan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri? D. Manfaat Penulisan Penulisan ini dapat memberikan manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoretis Secara teoritis penulisan karya ilmiah ini bermanfaat: a) Dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dalam mengelola lembaga PAUD. b) Penulisan ini diharapkan dapat memperluas wawasan pengembangan jejaring kemitraan yang berkenaan dengan management pengembangan layanan di lembaga PAUD. c) Dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dalam mengembangkan manfaat kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari karya ilmiah ini adalah: a) Bagi pengelola, penulisan ini bermanfaat sebagai bekal dalam mengelola lembaga PAUD, khususnya dalam memperluas jaringan kemitraan guna mewujudkan lembaga PAUD yang mandiri, serta menjadi solusi untuk mengatasi kesulitan saat menjalin jejaring kemitraan. b) Bagi Mitra, khususnya lembaga organisasi potensial seperti UPTD Dikpora, Dindikpora, Himpaudi, IGTKI, dan beberapa jenis lembaga lainnya agar dapat menjalin kemitraan dengan lembaga PAUD guna membantu menyukseskan program pendidikan anak usia dini. BAB II LANDASAN TEORETIS DAN KERANGKA BERPIKIR A. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 1. Hakikat PAUD Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 butir 14 dalam Dirjen PAUD 2012). Definisi PAUD di atas membatasi bahwa layanan PAUD diperuntukkan untuk anak usia 0-6 tahun, yang di dalamnya terdapat proses pemberian rangsangan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani guna mempersiapkan anak memasuki pendidikan selanjutnya. Pengertian tersebut diperjelas oleh pendapat Elizabeth G Hainstock (2002: 10) bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah merupakan jenjang pendidikan yang paling mendasar dan harus mendapat perhatian khusus. Usia dini merupakan periode perkembangan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Saat itu instrument dasar manusia terbentuk, bukan hanya kecerdasan saja tetapi seluruh kecakapan psikis atau yang disebut preode sensitif. Kedua pendapat tersebut mempertegas bahwa pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh anak usia dini, karena memiliki peran yang sangat fundamental yaitu berpengaruh pada pembentukan fisik dan mental anak di masa selanjutnya. Lain halnya dengan menurut teori Piaget yang secara khusus membagi beberapa perkembangan kognitif anak usia dini yaitu, sensori motor (0-2 tahun), praoperasional (2-7 tahun), operasional kongkrit (7-12 tahun) dan operasional formal (12-15 tahun) (Martini 2006: 19-23). Teori lain menyatakan bahwa lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama, karena disitulah proses pendidikan pembentukan pribadi yang utuh (Santoso 2004: 30). Para ahli mengatakan bahwa dunia anak adalah dunia bermain, melalui bermain terpantul budaya suatu bangsa (Mulyadi 2000: 7). Ada lima karakter bermain; (1) menyenangkan dan memiliki nilai positif, (2) didasari motivasi diri, (3) bersifat spontan, (4) melibatkan peran aktif anak, (5) berhubungan dengan hal bermain. Beberapa teori di atas menunjukkan bahwa pendidikan untuk anak tidak hanya diberikan melalui lembaga PAUD, namun keluarga dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kematangan perkembangan anak. Pendidikan yang diberikan harus menyenangkan, terdapat motivasi, dan melibatkan anak melalui kegiatan bermain. Anak dalam hal ini harus selalu bahagia dan senang dalam proses pendidikannya. Konsep yang tepat adalah belajar melalui bermain, sehingga anak tidak merasa terbebani. 2. Jenis Layanan PAUD Menurut Asmawati (2008), jenis layanan PAUD diklasifikasikan dalam beberapa layanan: a. Taman Kanak - Kanak (TK) Taman Kanak - Kanak (TK) adalah salah satu bentuk pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia 4 – 6 tahun, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak, agar kelak siap memasuki pendidikan lebih lanjut. b. Raudatul Athfal (RA) dan Bustanul Athfal (BA) Raudatul Athfal (RA) dan Bustanul Athfal (BA) adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur Pendidikan Formal yang menyelenggarakan program pendidikan umum dan program keagamaan Islam bagi anak usia 4-6 tahun. c. Kelompok Bermain (KB) Kelompok Bermain (KB) adalah salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun (Asmawati 2008: 115). Layanan KB dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok usia 3-4 tahun, 4-5 tahun dan 5-6 tahun, yang kegiatannya meliputi penanaman nilai-nilai dasar, dan pengembangan kemampuan berbahasa, motorik, emosi, sosial, dan daya cipta yang meliputi seluruh aspek perkembangan (Asmawati 2008: 215-216). d. Taman Penitipan Anak (TPA) Taman Penitipan Anak (TPA) atau Child Care Center adalah wahana asuhan kesejahteraan sosial yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk waktu tertentu bagi anak yang orangtuanya berhalangan atau tidak punya waktu untuk memberikan pelayanan kebutuhan kepada anaknya (Asmawati 2008: 1.37). Selaian itu TPA juga disebut sebagai wahana pendidikan dan pembinaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orangtuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena pekerjaan atau sebab lain (Asmawati 2008: 1.37). Kehadiran TPA secara mendasar merupakan layanan pendidikan yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat bagi anak usia lahir sampai dengan enam tahun sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu bagi anak yang orang tuanya bekerja. e. Satuan PAUD Sejenis (SPS) Satuan PAUD Sejenis (SPS) adalah lembaga yang menyelenggrakan pendidikan di luar TK/ RA, KB, dan TPA, yang berfungsi memberikan pendidikan sejak dini dan membantu meletakkan dasar kearah pengembangan sikap, perilaku, perasaan, kecerdasan, sosial, dan fisik yang diperlukan dalam menyesuaikan dengan lingkungan yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak (Asmawati 2008: 6.3). Pengertian tersebut sangatlah jelas bahwa SPS salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan nonformal (PAUD Nonformal) yang dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan berbagai program layanan anak usia dini yang telah ada di masyarakat (seperti Pos PAUD, Bina Keluarga Balita, Taman Pendidikan Al-Qur’an, Taman Pendidikan Anak Soleh, Bina Iman Anak (BIA), Bina Anak Muslim Berbasis Masjid (BAMBIM), Sekolah Minggu, Pembinaan Anak Kristen (PAK), Pasraman, Vihara dan Sekolah Hindhu). Atau dengan kata lain Satuan PAUD Sejenis adalah salah satu bentuk layanan PAUD Nonformal selain dalam bentuk Taman Penitipan Anak dan Kelompok Bermain yang memberikan layanan pendidikan dalam rangka membantu pertumbuhan dan perkembangan anak, agar kelak siap memasuki pendidikan lebih lanjut. f. Program PAUD Terpadu Program PAUD Terpadu adalah program layanan pendidikan bagi anak usia dini yang menyelenggarakan lebih dari satu program PAUD (TK, KB, TPA, SPS) yang dalam pembinaan, penyelenggaraan dan pengelolaannya dilakukan secara terpadu atau terkoordinasi (Depdiknas: 2010). 3. Prinsip Pengembangan PAUD Depdiknas (2010:8) menyebutkan tentang prinsip pengembangan PAUD, yaitu: a) PAUD merupakan bagian dari upaya pemenuhan hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang, dan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. b) Pelaksanaan PAUD bersifat menyeluruh dan terpadu yang mencakup aspek layanan kesehatan dasar, peningkatan gizi, pengasuhan, dan rangsangan pendidikan. c) PAUD dilaksanakan bagi semua anak Indonesia secara adil tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, suku bangsa, warna kulit, agama, dan status sosial anak. d) Anak-anak dengan kelainan fisik dan/atau perkembangan mental berhak memperoleh layanan PAUD, baik dalam bentuk pendidikan khusus maupun inklusif. e) PAUD menempatkan anak sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan kemampuan diri untuk tumbuh dan berkembang melalui lingkungan yang disiapkan secara sadar dan terencana. f) Pelaksanaan PAUD mengakar pada nilai-nilai moral serta budaya lokal dan nasional. g) Pelaksanaan PAUD merupakan tanggungjawab keluarga, masyarakat, dan pemerintah. h) Prinsip tersebut harus dikembangkan sebagai upaya mengoptimalkan tumbuh kembang anak agar menjadi generasi yang unggul dan berprestasi. B. Pengertian Pengelola Pengelola PAUD adalah yang bertanggung jawab dalam satuan PAUD dengan kualifikasi sebagai berikut : a) memiliki kualifikasi minimal sama dengan guru pendamping, b) berpengalaman sebagai pendidik PAUD minimal 2 tahun, dan c) lulus pelatihan/ magang/ kursus pengelola PAUD dari lembaga terakreditasi. Selain persyaratan tadi, pengelola PAUD harus memenuhi kompetensi sebagai berikut: a) kompetensi kepribadian; b) kompetensi professional; c) kompetensi manajerial; dan d) kompetensi sosial (Permendiknas No.58 Th 2009). Pengertian tersebut menunjukkan bahwa pengelola dalam sebuah lembaga memiliki peran yang sangat besar. Oleh karena itu, seorang pengelola sebuah lembaga dituntut memiliki kualifikasi pendidikan dan berpengalaman, selain itu pengelola harus berkompeten khususnya pada bidang pendidikan. Kemajuan sebuah lembaga tentunya atas kerja keras dan campur tangan seorang pengelola. C. Pengertian Kemitraan 1. Hakikat Kemitraan Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2006), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Kemitraan memiliki cakupan yang luas meliputi sikap, prilaku, nilai, dan teknik (Alan, 2003). Dari kedua pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa kemitraan merupakan bentuk kerjasama yang melibatkan peran individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan tertentu yang melibatkan sikap prilaku, nilai, serta diwujudkan melalui teknik tertentu. Menurut Notoatmodjo (2006), ada berbagai pengertian kemitraan secara umum meliputi: a. Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan mitra atau partner. b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai kepentingan bersama. c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing. Dari pengertian kemitraan di atas, dapat didefinisikan bahwa kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi untuk bekerjasama dengan pihak lain guna mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan. Disatu sisi, secara konseptual kemitraan didefinisikan sebagai suatu komitmen antara dua atau lebih organisasi dengan maksud untuk mencapai tujuan (Constrction Institute CII, 1989). Dalam hal ini, komitmen menjadi dasar terwujudnya suatu tujuan dalam menjalin kemitraan. Komitmen yang dimaksud adalah pemenuhan kesepakatan antara penjalin mitra dengan mitra. Hal ini sejalan dengan pendapat Crowley dan Karim (1995) dalam http//digilip petra.ac.id bahwa kemitraan secara mendasar disefinisikan dengan dua cara: yang pertama melalui atribut yang sangat melekat pada kemitraan seperti kepercayaan dan komitmen. Kedua dilihat melalui proses dimana kemitraan dilihat sebagai suatu kata kerja yang artinya membangun kesepakatan bersama. Sebuah hubungan kemitraan akan berjalan sesuai tujuan apabila dilakukan dengan proses yang tepat dan adanya kepercaayaan dan komitmen yang kuat di dalamnya. 2. Prinsip Kemitraan Menurut Notoatmodjo (2006), terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan oleh masing-masing anggota kemitraan yaitu: a. Prinsip Kesetaraan (Equity) Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati. b. Prinsip Keterbukaan Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra). c. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit) Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kegiatan atau pekerjaan akan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama. 3. Aspek yang dapat Dimitrakan Menurut Notoatmodjo (2006), kegiatan kemitraan dapat dikembangkan dalam beberapa aspek: a. Program Kegiatan Sebelum menentukan siapa mitra yang sesuai dengan Lembaga PAUD yang dikelola, terlebih dahulu harus mengidentifikasi jenis program kegiatan yang telah direncanakan oleh lembaga PAUD, kemudian menentukan siapa mitra yang sesuai. b. Sarana Prasarana Dalam bagian ini yang dimaksud adalah sarana prasarana kegiatan pengembangan program. Sarana prasarana dapat berupa pengadaan dapat berupa timbal balik dalam memanfaatkan sarana prasarana lembaga lain, dan sebaliknya. c. Dana Dana merupakan faktor utama dalam menunjang berjalannya sebuah program. Kemitraan dengan lembaga lain yang memiliki dana perlu dijalin dalam rangka menjaring lembaga donor guna mewujudkan kegiatan yang akan dilakukan. Dalam hal ini, dana yang dapat dimitrakan oleh lembaga PAUD dapat diperoleh dari donatur, pengusaha swastra, dan dari pemerintah. d. Tenaga Kemitraan dibidang ini dapat dilakukan secara timbal balik. Tenaga yang memadai (Kualified) yang dapat dimiliki sebuah lembaga dapat dijadikan aset untuk didayagunakan oleh lembaga lain. Begitu pula sebaliknya. Tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan program PAUD, seperti pendidik dan tenaga kependidikan. e. Lembaga Organisasi Potensial yang dapat dijadikan Mitra Lembaga organisasi dalam hal ini yang berkenaan dengan program PAUD adalah Himpaudi, IGTKI, instansi UPTD, Dindikpora, organisasi kemasyarakatan. Lembaga organisasi dapat berperan sebagai penyelenggara, penyedia fasilitas, penyedia tutor/pendidik, penyedia dana, dan mitra sharing. Lembaga PAUD hendaknya dapat mengembangkan jaringan kemitraan dari berbagai kegiatan hasil kerjasama. 4. Langkah-langkah Pelaksanaan Kemitraan Langkah-langkah kemitraan mnurut Notoatmodjo (2006) adalah: a. Identifikasi intern lembaga / Pengenalan Masalah Pada tahap ini lembaga PAUD mengidentifikasi komponen-komponen yang yang belum dimiliki penyelenggara program yang akan menjadi kebutuhan program. Merumuskan aspek yang perlu dimitrakan/seleksi Masalah b. Identifikasi calon mitra Setelah diketahui komponen-komponen yang akan dimitrakan, langkah selanjutnya mencari lembaga calon mitra sesuai dengan kebutuhan dan kriteria yang telah ditentukan, misalkan melalui surat menyurat, telepon, kirim brosur, rencana kegiatan, visi, misi, AD/ART. Dari hasil kegiatan identifikasi, langkah selanjutnya menyusun prioritas kebutuhan berdasarkan hasil identifikasi, sehingga dari kegiatan ini akan diketahui komponen-komponen mana yang akan dimitrakan terlebih dahulu berdasarkan tahapan kegiatan pelaksanaan program dan menyusun kriteria-kriteria hasil. c. Membuat kesepakatan dengan calon mitra Membuat kesepakatan yang akan menjadi pedoman pelaksanaan jaringan kemitraan. Kesepakatan dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis, misalkan tanggung jawab dan sangsi. d. Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi dapat dilakukan selama kegiatan kemitraan berlangsung maupun setelah kegiatan kemitraan selesai. Pemantauan dan evaluasi dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan, baik tertulis, wawancara, maupun observasi. D. Pengertian Metode “SAKTI” 1. Metode Metode berasal dari kata metha dan handos. Metha artinya melalui atau melewati, handos artinya cara atau jalan. Metode dimaknai sebagai jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu (Ngatmini, 2010:94). Dalam KBBI (2010), pengertian metode dideskripsikan dalam 2 jabaran yaitu cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai suatu yang dikehendaki dan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Jabaran tersebut menunjukkan bahwa dasarnya metode adalah sebuah cara. Pengertian di atas diperjelas kembali dengan pendapat (Ngatmini, 2010: 94), bahwa metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan. Kedua definisi tersebut saling menguatkan bahwa metode merupakan jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Metode sangat diperlukan untuk menunjang proses, karena ketepatan pemilihan metode akan berpengaruh pada keberhasilan dan hasil yang hendak dicapai. 2. “SAKTI” Kata “SAKTI” dalam KBBI (2010) memiliki pengertian berkuasa berbuat sesuatu yang melampaui kodrat; mempunyai kesaktian; dan mempunyai kuasa gaib. Namun dalam penulisan ini, kata “SAKTI” merupakan singkatan dari Solidaritas, Efektifitas, dan Kreatifitas, yang digunakan sebagai prinsip dalam memperluas jejaring kemitraan. Solidaritas, Efektifitas dan kreatifitas merupakan prinsip utama yang dimenjadi dasar dalam keberhasilan sebuah kemitraan guna menunjang proses kemandirian sebuah lembaga PAUD. a) Solidaritas Solidaritas merupakan keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok berdasarkan perasaan, moral, dan kepercayaan (Arsyanti: 2013). Solidaritas dibedakan menjadi dua, yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik merujuk pada ikatan sosial yang dibangun atas kesamaan, kepercayaan, dan adat. Solidaritas organik berdasarkan pada pembagian kerja (Arsyanti: 2013). Perbedaan keduanya terletak pada alasan terbentuknya solidaritas dan solidaritas berdasarkan porsi kebutuhan. Sebelum sebuah lembaga PAUD setelah menentukan dengan siapa akan bermitra, komitmen adalah hal pertama yang harus dibangun. Komitment merupakan awal dari sebuah hubungan kemitraan yang solid. Selain itu sebuah lembaga melalui pengelola harus bisa mengkomunikasikan arah, tujuan dan manfaat dari hubungan kerjasama dengan calon mitra. Komunikasi yang lancar akan menjadikan pesan yang hendak disampaikan dapat diterima dengan baik oleh mitra. Jika antara kedua belah pihak sudah mencapai kesepakatan kerjasama, pengelola harus bisa memastikan bahwa lembaganya akan bertanggung jawab atas keberlangsungan kegiatan. Komitmen yang sudah disepakati harus dilaksanakan dengan maksimal dan kesalahpahaman harus dihindarkan. Komunikasi memberikan andil dalam terwujudnya solidaritas. Dalam hubungan kemitraan, kepercayaan juga merupakan modal utama dalam pelaksanaan jejaring kemitraan. kepercayaan akan menumbuhkan hubungan yang solid, karena mitra akan memberikan penilaian terhadap proses dan hasil. Jika solidaritas sudah dibangun dengan kuat, maka hal ini dapat berpengaruh pada tahap keberlangsungan kemitraan selanjutnya. Kemitraan akan tetap terjalin bahkan dapat diperluas melalui gagasan baru. Faktor yang mempengaruhi solidaritas yaitu: 1. Kepercayaan Lembaga PAUD dengan mitra harus memiliki kepercayaan yang sama tinggi. Kepercayaan merupakan fondasi terwujudnya solidaritas. Antara lembaga PAUD dengan mitra harus dapat menjunjung tinggi kepercayaan, karena tanpa adanya kepercayaan hubungan kemitraan yang terjalin tidak akan berjalan sejalan. 2. Tingginya komitmen Komitmen merupakan kesepakatan berupa perjanjian atau kontrak sebagai acuan berlangsungnya hubungan kemitraan. Komitmen harus dibentuk sebelum hubungan kemitraan dijalin. Komitmen harus dijaga dan diimplementasikan selama proses kemitraan berlangsung. Semakin tinggi komitmen maka hubungan kemitraan akan semakin solid. Komitmen juga merupakan batasan-batasan yang harus saling dihormati antara lembaga PAUD dengan mitra. 3. Azaz manfaat Kegiatan kemitraan menjunjung tinggi azaz manfaat. Antara lembaga penjalin mitra dengan mitra yang ditunjuk harus sama-sama merasakan manfaat dari hubungan kemitraaan. Kebutuhan faktor dasar dan merupan faktor utama pemicu terbentuknya hubungan kemitraan. Sebuah lembaga yang tidak dapat melaksanakan peran dan tugasya sendiri dalam mengembangkan sebuah lembaga, tentu membutuhkan pihak lain untuk direkrut sebagai mitra. Begitu pula sebaliknya, mitra juga memiliki alasan untuk memitrakan dirinya jika hubungan kerjasama memiliki manfaat. b) Efektivitas Efektivitas ditentukan dengan menetapkan sampai sejauh mana kemitraan dapat mewujudkan tujuan yang harus dicapai. Efektivitas didukung dengan efisiensi agar berjalan sinergis. Efisiensi diukur berdasarkan jumlah komponen yang digunakan untuk mewujudkan hasil yang ingin dicapai. Efisiensi merupakan sebuah konsep yang mencerminkan perbandingan terbaik antara usaha usaha dan hasil (Gio: 1989). Efektivitas dan efisiensi berjalan secara beriringan karena keduanya saling berkaitan. Keefektifan kemitraan tidak lepas dari kemampuan dan ketrampilan pengelola sebagai pihak yang membawa payung lembaga untuk berkomunikasi, berkomitmen, bagaimana dapat mengimplementasikan hasil sebuah kemitraan. Pada dasarnya efektivitas dalam bermitra adalah: 1. Melayani masyarakat yang sama Dalam hal ini, dalam layanan PAUD pihak yang dilayani adalah Anak Usia Dini. Antara lembaga dan mitra harus memiliki pandangan tentang pemberian layanan pasa subjek yang sama sehingga terjadi hubungan yang searah. 2. Berbagi peran dan tidak terkesan tumpang tindih Dalam memperluas jaringan kemitraan, antara lembaga dengan mitra harus menentukan batasan peran agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih. Lembaga sebagai penyelenggara program, sedangkan mitra sebagai pihak yang membantu, sehingga secara hirarki lembaga memegang tanggung jawab untuk mempertanggung jawabkan pada mitra. Sedangkan mitra memiliki kewajiban melaksanan tugasnya sebagai penyokong atau pendukung program. 3. Saling mengisi dan melengkapi Lembaga PAUD dalam menjalankan program tentunya membutuhkan pihak lain untuk membantu terealisasinya program. Dalam hal ini, lembaga menunjuk mitra untuk diajak bekerja sama menutup atau melengkapi kelemahan lembaga agar program berjalan sesuai target. Begitu pula sebaliknya, mitra sebagai patner juga berhak melakukan hal yang sama karena pada sadarnya kemitraan menjunjung azaz kebermanfaatan yang saling menguntungkan (mutualisme). 4. Ada kontrol sosial Sebuah hubungan kemitraan harus melibatkan pihak lain sebagai kontrol sosial. Hal ini berguna untuk mempertegas hasil hubungan kemitraan, yaitu baik atau buruknya hubungan kemitraan. Kontrol sosial juga digunakan sebagai kritik atau pengingat bahwa apa yang dimitrakan dapat diterima atau tidak oleh masyarakat luas, sehingga dalam prosesnya tidak semata-mata atas kewenangan lembaga tanpa mempertimbangkan efek sosialnya. 5. Terfokus, berkelanjutan dan dapat dievaluasi Jaringan kemitraan yang dibentuk harus terfokus pada salah satu aspek, baik dari pelaksanaan program, biaya, ataupun tenaga yang dilakukan secara berkesinambungan. Dari hasil kerja sama antara lembaga dengan mitra harus dapat dievaluasi, apakah kegiatan tersebut berhasil sesuai target atau masih ada banyak kelemahan sehingga tidak berjalan secara maksimal. Efektivitas program yang memiliki jaringan mitra memiliki ciri: tingginya komitmen semua unsur yang terlibat dan tingginya rasa memiliki masyarakat terhadap program yang ada. Perluasan jaringan kemitraan agar efektif hendaknya diarahkan pada penciptaan situasi kondusif yang menumbuhkembangkan komitmen semua unsur terhadap suatu program (Hidayati: 2012). Pendapat tersebut menunjukkan bahwa situasi kondusif memiliki peran yang signifikan untuk mewujudkan ketercapaian program. Sifat kondusif merupakan pelaksanaan kemitraan sejalan dengan komitment yang telah disepakati. c) Kreativitas 1. Hakikat Kreativitas Kreativitas merupakan sebuah proses yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan. Namun, kemampuan ini berbeda dari satu orang terhadap orang lainnya (Semiawan, 1989). Kemampuan dan bakat merupakan dasarnya, tetapi pengetahuan dari lingkungannya dapat juga mempengaruhi kreativitas seseorang. Mengingat kreativitas merupakan suatu cara pandang yang sering kali justru dilakukan secara tidak logis. Proses ini melibatkan hubungan antar banyak hal di mana orang lain kadang-kadang tidak atau belum memikirkannya. Kreativitas merupakan upaya menghadirkan suatu gagasan baru. Kreativitas itu merupakan sebuah proses yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan. Kreativitas merupakan sumber yang penting dari kekuatan persaingan karena adanya perubahan lingkungan. Kreativitas adalah kemampuan untuk membawa sesuatu yang baru ke dalam kehidupan. Pendapat tersebut mepertegas bahwa kreativitas itu adalah kemampuan untuk menciptakan suatu proses yang merujuk pada hal baru. Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi atau melihat hubungan-hubungan baru antara unsur, data, variabel, yang sudah ada sebelumnya. Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya (Semiawan, 1989: 27). Dalam mengelola lembaga PAUD, keberhasilan sebuah lembaga salah satunya terletak pada pengelola, hal itu terletak pada sikap dan kemampuan berusaha, serta memiliki semangat kerja yang tinggi. Sedangkan semangat atau etos kerja yang tinggi seorang pengelola itu terletak pada kreativitas dan rasa percaya pada diri sendiri untuk maju dalam mengembangkan lembaga yang dipimpinnya. Pengelola yang kreatif dapat menciptakan hal-hal yang baru untuk mengembangkan usahanya. Kreativitas dapat menyalurkan inspirasi dan ilham terhadap gagasan gagasan baru untuk kemajuan lembaganya. Pemikiran kreativitas berhubungan secara langsung dengan penambahan nilai, penciptaan nilai, serta penemuan peluang lembaga PAUD. Pola pemikiran kreativitas juga dibutuhkan untuk menggambarkan keadaan masa depan, di mana seorang Pengelola akan berupaya menciptakan perubahan. 2. Mengembangkan Sikap Kreatif Ismara (2009: 17) mengemukakan perbedaan antara orang yang sukses dengan orang yang gagal letaknya di bidang rohani. Apa yang biasa orang pikirkan, oleh seseorang menentukan apa yang akan dicapainya. Ini berlaku di lapangan niaga maupun lapangan-lapangan lain termasuk di bidang pendidikan. Seseorang yang dapat berpikir dengan cerdas dan kreatif, maka akan mendapat hasil-hasil tertentu. Dari kegiatan kemitraan yang telah dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek penunjang kemitraan, sebuah lembaga PAUD khususnya melalui pengelola harus bisa mengarahkan pendidik dan tenaga kependidikan untuk mampu menciptakan kreasi dari apa yang sudah pernah dilihat dan dilakukan. Pendidik dan tenaga kependidikan tidak boleh menggantungkan bantuan pada mitra secara terus menerus. Kreativitas disesuaikan dengan kemampuan setiap pendidik dan media yang dimiliki sebuah lembaga. Dari hasil kemitraan, pengelola bekerja sama dengan pendidik dan tenaga kependidikan berusaha mengembangkan sendiri sehingga setelah kegiatan yang dimitrakan selesai, pihak sekolah tetap mampu melaksanakan kegiatan sendiri tanpa harus menggantungkan diri pada kemitraan yang telah dijalin. Dengan kreativitas, sikap mandiri yang terbentuk akan mendorong pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan kemampuan dan memeperluas akses kemitraan agar dapat menemukan ilmu baru dan merasakan manfaat yang lebih banyak lagi. Hal ini tentunya sangat mendukung terwujudnya lembaga pendidikan yang berkualitas, dan mandiri. Semiawan (1989) menyebutkan keuntungan yang dapat diperoleh melalui kreativitas yaitu: Meningkatkan efisiensi kerja, Meningkatkan inisiatif, Meningkatkan mutu proses belajar mengajar, dan Meningkatkan keuntungan. Penggabungan dari prinsip solidaritas, efektivitas, dan kreativitas yang dipadukan dan saling berkesinambungan membentuk sebuah metode yang diberinama metode “SAKTI”. Metode “SAKTI” digunakan sebagai strategi pengembangan jejaring kemitraan untuk mewujudkan lembaga PAUD yang mandiri dan dinamis kearah perubahan yang positif. 3. Karakteristik Metode “SAKTI” Penggunaan metode “SAKTI” dalam perluasan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri menggunakan 3 teknik yang saling berkaitan. a) Berdasarkan Identifikasi personal Merupakan identifikasi yang dilakukan secara personal oleh sebuah lembaga PAUD mengenai masalah, kebutuhan, dan tujuan yang akan dimitrakan sebelum menentukan calon mitra yang tepat. Metode SAKTI melekat pada kebutuhan masing-masing lembaga, sehingga sifatnya flexible. b) Bersifat langsung Merupakan proses implementasi yang melibatkan lembaga dengan mitra secara langsung. Hal ini menunjukkan terjadinya komunikasi efektif untuk menciptakan komitmen guna terwujudnya tujuan kegiatan kemitraan. c) Dapat dievaluasi Kegiatan kemitraan harus dapat diukur keefektivannya. Hal ini merujuk pada perubahan yang terjadi setelah kegiatan kemitraan berlangsung. Apakah tujuan tercapai dan apakah sebuah lembaga dapat mengembangkan hasil dari kegiatan kemitraan. Teknik penerapan metode “SAKTI” dalam perluasan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri harus memperhatikan beberapa hal: 1. Tidak membatasi perluasan jaringan kemitraan Lembaga PAUD dapat menjalin kemitraan dengan siapapun dan lembaga manapun secara luas yang dissesuaikan dengan kemempuan dan sesuai dengan kebutuhan. 2. Saling menghormati Antara lembaga PAUD dengan mitra harus saling menghormati agar proses kegiatan kemitraan dapat dibina dengan baik. Sikap saling merendahkan akan berpengaruh pada kegiatan kemitraan karena mitra dapat memutus sepihak apabila merasa tidak nyaman dengan lembaga penjalin mitra. Hal ini dapat merugikan proses kemitraan. 3. Mengevaluasi secara wajar 4. Tidak interfensi dan memaksakan kehendak 5. Menggunakan teknik dan sarana pendukung secara tepat. E. Kerangka Berpikir Beberapa pokok pikiran yang dapat diambil dari kajian teori di atas adalah bahwa untuk memperluas jaringan kemitraan dibutuhkan sebuah metode sebagai strategi alternatif untuk mempermudah implementasi sebuah tujuan. Metode yang digunakan harus tepat dan sesuai dengan situasi yang dihadapi. Pengelola sebagai pemimpin sebuah lembaga PAUD memiliki peran yang sangat strategis dan fundamental untuk memperluas jaringan kemitraan di lembaga yang dikelola. Pengelola perlu menggunakan sebuah metode untuk membantu memperluas jejaring kemitraan, karena semakin luas jaringan kemitraan yang dibentuk, maka akan semakin banyak pula peluang dan manfaat yang akan diperoleh. Dengan melakukan kegiatan bermitra, sebuah lembaga PAUD akan lebih mudah mewujudkan tujuan yang diinginkan, karena pada dasarnya kemitraan menjunjung azaz manfaat, yaitu hubungan yang saling menguntungkan. Agar mempermudah peran pengelola dilapangan dalam menjalin kemitraan, diperlukan bekal pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan langkah efektif. Hal tersebut guna mewujudkan sebuah tujuan yang hendak dicapai dari hubungan kemitraan. Salah satu cara yang kembangkan melalui implementasi metode “SAKTI”. Metode “SAKTI” terdiri dari solidaritas, efektivitas, dan kreativitas. Solidaritas merupakan keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok berdasarkan perasaan, moral, dan kepercayaan yang diwujudkan melalui realisasi komitmen. Efektivitas merupakan upaya pengelola dalam menentukan dengan menetapkan sampai sejauh mana kemitraan dapat mewujudkan tujuan yang harus dicapai. Sedangkan kreativitas merupakan sebuah proses yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan. Dalam hal ini harus ada sebuah gagasan baru yang muncul sebagai wujud peningkatan hasil atau inovasi. Apabila pengelola PAUD menggunakan metode “SAKTI” dalam kegiatan perluasan kemitraan, dengan menggunakan komunikasi efektif dan dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka jejaring kemitraan yang dilaksanakan akan meningkat. Peningkatan ini berupa perluasan jaringan kemitraan. Dengan demikian akan meningkat pula hasil yang diinginkan yaitu berupa tercapainya tujuan dari setiap kegiatan kemitraan. Dengan tercapainya setiap tujuan kemitraan sesuai dengan kebutuhan lembaga PAUD, maka akan terwujudlah lembaga PAUD yang profesional, maju, dan mandiri. Berikut ini adalah skema metode “SAKTI”: Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir BAB III PROSEDUR IMPLEMENTASI GAGASAN A. Strategi Pemecahan Masalah 1. Alasan Pemilihan Metode “SAKTI” sebagai Pemecahan Masalah Alasan memilih Metode “SAKTI” untuk mengatasi permasalahan lembaga PAUD dalam perluasan jejaring menuju lembaga PAUD mandiri. Alasan secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pengelola Kualifikasi pendidikan pengelola masih belum memenuhi standard. Dari 1455 orang jumlah pendidik PAUD di Kabupaten Demak baru 468 yang memiliki kualifikasi pendidikan S1. Bahkan ada pula yang kualifikasi pendidikannya lebih rendah dari guru pendamping/pendidik. Selain itu, masih banyak dijumpai pengelola yang direkrut sebagai pengelola tanpa memiliki pengalaman mengajar sebelumnya minimal selama 2 tahun. Hal ini mengakibatkan pengelola kurang memahami jabatan yang diemban sehingga terkesan bingung dalam menentukan langkah dalam pengembangan kelembagaan. (Sumber: Data Dindikpora Kabupaten Demak, Akhir Tahun 2013). Padahal menurut Permendiknas 2009, menyatakan bahwa pengelola harus memiliki kualifikasi akademik minimal sama dengan guru atau pendidik serta sebelumnya bepengalaman sebagai pendidik minimal 2 tahun. Sehingga itu pengelola perlu arahan, dan pembimbingan yang dalam mengemban tugasnya, khususnya dalam bidang penjalinan dan perluasan kemitraan. Arahan dan pembimbingan dengan metode “SAKTI” inilah, yang menjadi salah satu terobosan untuk mengatasi masalah minimnya pengalaman pengelola dalam perluasan jejaring kemitraan. Dengan demikian, implementasi metode “SAKTI” akan menjadikan pemahaman pengelola semakin meningkat. Sehingga diharapkan melalui kinerja pengelola dalam memperluas jaringan kemitraan dapat lembaga PAUD yang mandiri. b. Minimnya pengetahuan tentang kemitraan Selama ini keberlangsungan kemitraan yang dijalin oleh sebuah lembaga PAUD dengan mitra dilakukan tanpa kesadaran. Pengelola sebagai pelaku kemitraan terkadang tidak memahami bahwa wujud kerja sama yang dilakukan dengan beberapa pihak merupakan wujud dari hubungan kemitraan. oleh karena itu pelaksaanaan kemitraan cenderung dilakukan secara spontan tanpa konsep. Padahal dalam menjalin kemitraan diperlukan adanya identifikasi kebutuhan sebuah lembaga agar kegiatan kemitraan dapat dilakukan sesuai tujuan. Hal ini tentu akan berpengaruh pada perkembangan sebuah lembaga. Menyikapi permasalahan ini, diperlukan terobosan sebuah petunjuk atau acuan dalam menjalin kemitraan. Metode “SAKTI” berisi cara dan strategi yang harus dilakukan pengelola dalam menjalin dan memperluas kemitraan, yang meliputi 3 prinsip dasar yaitu solidaritas, efektivitas, dan kreativitas. c. Kurangnya kemandirian sebuah lembaga Banyaknya lembaga yang mendirikan lembaga PAUD hanya berorientsi dan mengandalkan proyek bantuan dari pemerintah, sehingga lembaga tersebut merupakan lembaga on-off, artinya ada bila mendapat bantuan dan tidak ada bila tidak ada bantuan. Hal ini yang mengakibatkan sebuah lembaga tidak berkembang. Padahal lembaga yang maju dan profesional akan terus meningkatkan layanan dan mutu, hal ini sangat membutuhkan sikap kreatif. Metode “SAKTI” menyajikan prinsip dasar yang dapat mendorong sebuah lembaga untuk menjadi lembaga yang mandiri. Lembaga yang tidak hanya bergantung pada bantuan pemerintah, tetapi lembaga yang dapat mengembangkan potensi diri melalui kegiatan kemitraan untuk menjadi lembaga PAUD mandiri. 2. Deskripsi Strategi Pemecahan Masalah Penggabungan dari prinsip solidaritas, efektivitas dan, kreativitas yang dipadukan dan saling berkesinambungan membentuk sebuah metode yang diberinama metode “SAKTI”. Metode “SAKTI” digunakan sebagai strategi pengembangan jejaring kemitraan untuk mewujudkan lembaga PAUD yang mandiri dan dinamis kearah perubahan yang positif. Metode ini dapat digunakan oleh pengelola di lembaga PAUD. Gagasan pengembangan metode ini muncul karena masih banyaknya permasalahan lembaga, pengelola, minimnya pengetahuan dan kurangnya kemandirian lembaga PAUD. Metode “SAKTI” ini juga diharapkan mampu difungsikan dan diimplementasikan secara maksimal dalam kegiatan kemitraan dengan siapa saja, pihak mana saja, dan lembaga mana saja. Karena metode “SAKTI” ini bersifat fleksibel, yaitu dapat melekat dalam kemitraan apapun dan sesuai dengan kondisi lembaga masing-masing. Adapun tahap-tahap pelaksanaan metode “SAKTI” adalah: 1. Identifikasi kebutuhan intern di lembaga Sebuah lembaga mengenali kebutuhan yang ada dilembaga. Kebutuhan dapat berupa sarpras, program kegiatan, tenaga, atau dana. 2. Menentukan aspek yang akan dimitrakan Lembaga merumuskan jenis kebutuhan dalam beberapa jenis aspek yang dapat dimitrakan. Perumusan ini sangat penting agar lembaga dapat dengan tepat menentukan aspek yang dibutuhkan. 3. Menentukan calon mitra Lembaga menentukan calon mitra dengan mempertimbangkan kesuaian calon mitra dengan hasil identifikasi masalah dan jenis aspek yang hendak dimitrakan. Penentuan calon mitra sangat berpengaruh dengan kesuksesan kegiatan bermitra. Calon mitra yang ditunjuk harus memiliki tujuan yang sama dengan lembaga PAUD agar keduanya merasakan azaz manfaat dari hubungan kemitraan. 4. Penerapan komunikasi efektif untuk membuat kesepakatan dengan mitra. Komunikasi efektif memiliki peran fundamental karena calon mitra akan bersedia menjalin kemitraan apabila pengelola lembaga PAUD dapat menyampaikan tujuan yang diinginkan secara tepat. Kesepakatan yang terbentuk dengan mitra merupakan sebuah perjanjian yang harus dilaksanakan kedua belah pihak agara solidaritas dan kepercayaan terjalin. 5. Menerapkan prinsip solidaritas untuk menjaga komitmen dan kepercayaan. Setelah terjadi kesepakatan, pengelola harus menjaga kesepakatan yang telah dibentuk. Misalkan lembaga PAUD harus melaporkan perkembangan kegiatan pada mitra. Solidaritas merupakan dasar untuk menjaga komitmen dan kepercayaan karena semakin solid hubungan kemitraan, maka akan semakin tinggi tingkat kepercayaan yang terbentuk. Hal ini bermanfaat untuk keberlangsungan proses kemitraan. 6. Mengevaluasi hasil Selama proses kemitraan berlangsung pengelola dan mitra melakukan evaluasi, baik yang dilakukan secara bersamaan maupun sesuai porsi masing-masing. Evaluasi digunakan untuk memantau dan mengukur sejauh mana peran kegiatan kemitraan. Hasil evaluasi harus diketahui kedua pihak untuk menghindari kecurigaan, karena hal ini akan mempengaruhi solidaritas kedua pihak. 7. Menerapkan prinsip kreativitas untuk mengembangkan kembali manfaat kemitraan yang sudah dijalin Setelah kegiatan kemitraan selesai sesuai dengan komitmen yang telah disepakati, lembaga penjalin mitra harus dapat mengembangkan kembali hasil kemitraan melalui kegiatan yang berbeda. Prinsip kreativitas mengutamakan adanya perubahan sebagai bentuk inovasi dari aspek yang dimitrakan. Kreativitas akan mendorong sikap kemandirian, karena lembaga yang kreatif dapat mengembangkan manfaat kemitraan sesuai dengan kebutuhan yang baru. Sikap kreatif akian menumbuhkan peluang yang dapat menjadikan kemandirian. 8. Melibatkan kontrol sosial untuk mengetahui pengembangan yang dilakukan sesuai atau tidak. Selama kegiatan kemitraan berlangsung, dibutuhkan pihak lain sebagai kontrol sosial atau pemantau. Kontrol sosial berkedudukan sebagai pihak yang mengawasi keefektifan kegiatan kemitraan. Tahap-tahap pelaksanaan metode “SAKTI” tertuang dalam bagan sebagai berikut: Gambar 2. Alur Pelaksanaan Metode “SAKTI” B. Kekhasan/Keunikan Ide/Gagasan Metode “SAKTI” Kekhasan/keunikan ide/gagasan metode “SAKTI” sebagai strategi alternatif pengembangan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri adalah: a. Penggunaan kata “SAKTI”, merujuk pada filosofis Jawa. Kata “SAKTI” identik dengan kekuatan dan keampuhan. Seperti halnya senjata Keris yang dianggap masyarakat Jawa memiliki ke”SAKTI”an dan digunakan saat berperang. Begitu pula dengan metode “SAKTI” yang dapat digunakan sebagai pegangan dan pedoman dalam perluasan jejaring kemitraan. Metode “SAKTI” ditekankan pada prinsip dasar yang menunjang keberhasilan kemitraan merujuk pada perluasan jaringan kemitraan yang dibutuhkan dalam mewujudkan lembaga PAUD yang mandiri. Prinsip utama yang meliputi Solidaritas, Efektivitas, dan Kreativitas. b. Metode “SAKTI” membuka kesempatan bagi pengelola untuk mewujudkan lembaga PAUD yang mandiri karena dengan memanfaatkan kelebihan atau potensi sebuah lembaga. Hal ini tidak akan mengubah karakteristik yang telah melekat pada sebuah lembaga. c. Metode “SAKTI” dapat digunakan oleh seluruh lembaga PAUD, karena kunci utama terletak pada kemauan dan kesadaran pengelola. d. Metode “SAKTI” sebagai strategi alternatif yang mudah dipahami dan diaplikasikan oleh lembaga PAUD. Karena pada dasarnya implementasi metode “SAKTI” ditekankan pada kepercayaan, komitmen, komunikasi efektif, dan pengembangan. e. Metode “SAKTI” merujuk pada azaz manfaat, karena di dalamnya terdapat sistem hubungan yang saling menguntungkan (mutualisme) antara lembaga PAUD dengan mitra. C. Inovasi Gagasan Keinovasian yang muncul dalam perluasan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri menggunakan metode “SAKTI” adalah: 1. Proses penggunaan metode “SAKTI” bergantung pada keaktifan pengelola masing-masing lembaga. Hal ini dikarenakan metode “SAKTI” digunakan setelah pengelola mengidentifikasi permasalahan atau kebutuhan dalam sebuah lembaga, kemudian pengelola menentukan mitra yang sesuai, baru metode “SAKTI” baru dapat diimplementasikan. Sehingga dalam hal ini metode “SAKTI” bersifat Flexible. 2. Evaluasi keberhasilan penerapan metode “SAKTI” yang paling utama diukur oleh setiap lembaga masing-masing dan mitra. Pihak diluar lembaga dan mitra hanya berfungsi sebagai kontrol sosial. Ukuran keberhasilan kemitraan juga ditentuakn oleh lembaga itu sendiri, yaitu berupa sejauh mana kepuasan akan keberhasilan dari sebuah kemitraan. BAB IV KELAYAKAN PENGEMBANGAN GAGASAN A. Data Empiris Pendukung Metode “SAKTI” Keadaan dan pihak yang mendukung Metode “SAKTI”: 1. Pengelola lembaga PAUD Pengelola lembaga PAUD yang dalam hal ini memegang peran yang utama kesuksesan penggunaan metode “SAKTI”, harus membuka wawasan dan keberanian untuk menjalin kemitraan dengan berbagai pihak. Selain itu, pengelola juga harus berusaha meningkatkan kualifikasi akademik guna meningkatkan intelektualitas dan kredibilitas diri. Pengelola yang bertugas pada satuan PAUD bertanggung jawab merencanakan, melaksanakan, mengelola administrasi dan keuangan, serta mengawasi pelaksanaan program. Selanjutnya syarat lain adalah kualifikasi pengelola meliputi: a) memiliki kualifikasi minimal sama dengan guru pendamping, b) berpengalaman sebagai pendidik PAUD minimal 2 tahun, dan c) lulus pelatihan/ magang/ kursus pengelola PAUD dari lembaga terakreditasi. Selain persyaratan tadi, pengelola PAUD harus memenuhi kompetensi sebagai berikut: a) kompetensi kepribadian; b) kompetensi professional; c) kompetensi manajerial; dan d) kompetensi sosial. Dalam melaksanakan tugas sebagai pemimpin sebuah lembaga, pengelola harus mampu menerapkan langkah yang tepat. Karena dalam pelaksan tugas dilakukan melalui proses interaksi antara pengelola dengan berbagai pihak, seperti: guru, wali murid, masyarakat, pengawas, penilik sekolah, pemerintah, dan instansi lainnya. Interaksi yang dilakukan harus secara terencana dan berkesinambungan dengan tujuan tertentu. Untuk itu metode dalam pengembangan jejaring kemitraan harus disesuaikan dengan situasi dan keadaan masing-masing lembaga. Hal ini supaya proses kemitraan mencapai tujuan, yaitu sesuai dengan identifikasi kebutuhan sebuah lembaga. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah menggunakan metode “SAKTI”, yaitu penggabungan dari prinsip Solidaritas, Efektivitas dan, Kreativitas yang dipadukan dan saling berkesinambungan untuk menjadi sebuah langkah untuk menjalin dan mengembangkan jejaring kemitraan. Dengan metode “SAKTI” ini diharapankan dapat meningkat wawasan dan kompetensi pengelola dalam menjalin kemitraan. 2. Pendidik PAUD Dalam Standar Pendidikan Anak Usia Dini menyebutkan pendidik anak usia dini adalah professional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran serta melakukan bimbingan, pengasuhan dan perlindungan anak didik (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 tahun 2009). Pendidik PAUD bertugas berbagai jenis layanan baik dijalur formal maupun non formal seperti TK/RA, KB, TPA dan bentuk lain yang sederajat. Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan bagi pendidik anak usia dini adalah minimum Diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-I); dengan lata belakang pendidikan tinggi dibidang pendidikian anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi, dan memiliki sertifikat profesi guru untuk PAUD. Selain itu, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 pasal 2 menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi dimaksud antara lain kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Pendidik PAUD di Kabupaten Demak yang kurang lebih berjumlah 7.517 orang, bila dilihat dari kualifikasi pendidikan S-I atau Diploma IV masih banyak yang belum teremenuhi. Sedangkan kemampuan kompetensi sebagai pendidik juga masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan. Meski demikian karena rasa tanggung jawab, semangat dan motivasi serta dukungan dari lingkungan, maka layanan PAUD tetap berjalan. Dengan segala keterbatasan yang ada dan demi terlaksananya layanan PAUD yang optimal perlu ada upaya-upaya pembinaan dan pembimbingan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan ialah menerapkan Metode “SAKTI” dalam menjalin kemitraan dengan organisasi profesi dan tenaga pendidik profesional untuk mau melakukan pembinaan terhadap guru-guru PAUD. Dengan menjalin kemitraan dengan tenaga profesional melaui metode “SAKTI”, diharapkan kompetensi pendidik akan semakin meningkat, sehingga akan berpengaruh pada pembentaukan lembaga profesional yang di dalamnya terdapat pendidik PAUD yang profesional pula. 3. Orang tua / wali murid Wali murid adalah orang tua dari anak yang disekolahkan disebuah lembaga. Wali murid memberikan kontribusi besar dalam efektivitas program kegiatan di lembaga PAUD karena secara tidak langsung wali murid juga memiliki peran sebagai kontrol sosial, yaitu mengamati perkembangan lembaga yang berkenaan dengan kualitas. Mereka adalah mitra terdekat dengan lembaga PAUD. Wali murid merupakan pihak yang sering berhubungan langsung dengan pihak sekolah. Baik dalam hal keuangan, layanan untuk putra-putri mereka, bahkan terlibat dalam kegiatan sekolah. Selain itu, pendidikan anak dalam keluarga dilakukan oleh orangtua. Orangtua dituntut untuk berperan optimal dalam pendidikan anak, kerana orangtua dalam keluarga adalah lembaga pertama dan utama proses pendidikan anak. Orangtua dan orang dewasa lain yang tinggal di satu rumah dan dapat memberikan dasar-dasar bagi pendidikan anak. Peran pendidik (orangtua, guru, dan orang dewasa lain) sangat diperlukan dalam upaya pengembangan potensi anak usia dini. Dalam keluarga yang baik, seorang anak akan memiliki dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan yang cukup kuat untuk menjadi manusia dewasa. Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama-tama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan lingkungan. Motivasi dan semangat orangtua dalam mendukung layanan PAUD di Kabupaten Demak sangat positif. Kondisi ini yang perlu ditangkap oleh lembaga PAUD dalam rangka mengoptimalkan dukungan orangtua dan masyarakat untuk berperan serta meningkatkan layanan PAUD di sebuah lembaga. Dengan dukungan orangtua dan masyarakat sekitar, mempermudah pengelola untuk menerapkan metode “SAKTI”, karena pengelola tidak perlu menggunakan pendekatan persuasif. B. Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Menerapkan Metode “SAKTI” Kendala yang dihadapi dalam menerapkan metode “SAKTI” adalah: 1. Kurangnya wawasan pengelola tentang cara menjalin kemitraan. 2. Kurangnya keberanian pengelola untuk menjalin hubungan kemitraan. 3. Program kegiatan yang akan dimitrakan kurang jelas. Hal ini membuat calon mitra merasa ragu, namun hal ini dapat disiasati dengan komunikasi efektif dan penggunaan metode “SAKTI”. 4. Penolakan calon mitra. Hal ini dapat meningkatkan semangat pengelola PAUD untuk melakukan evaluasi agar dapat meningkatkan semangat untuk menjalin mitra kembali. C. Faktor-faktor Pendukung Penerapan Metode “SAKTI” Faktor-faktor pendukung dalam menerapkan metode “SAKTI” sebagai strategi alternatif pengembangan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri: 1. Kesadaran dari lembaga PAUD dan mitra akan pentingnya menjalin kemitraan, karena sebuah lembaga PAUD tidak dapat mencapai tujuan, visi dan misi secara personal, tetapi membutuhkan pihak lain untuk saling bekerja sama. Dalam hal ini adalah mitra. 2. Adanya banyak pelatihan dan pembinaan untuk pengelola, khususnya untuk pengelola lembaga-lembaga baru yang berdiri kurang dari 3 tahun. 3. Pelaksanaan metode “SAKTI” tidak banyak membutuhkan dana dan tenaga, karena kunci utama terletak pada komunikasi efektif, kesadaran, kemauan, dan komitmen. 4. Kepedulian dan peran serta organisasi profesi, masyarakat, lembaga swasta untuk selalu mendukung program PAUD. 5. Prestasi / keunggulan lembaga PAUD 6. Integritas dan dedikasi calon mitra D. Rencana Desiminasi Penerapan Metode “SAKTI” Rencana tindak lanjut/ desiminasi dalam dalam penerapan metode “SAKTI”: 1. Mengadakan sosialisasi tentang metode “SAKTI” melalui HIMPAUDI dan IGTKI Kabupaten Demak, agar metode “SAKTI” dapat dipekenalkan ke lembaga-lembaga PAUD yang ada dilingkungan kecamatan dan desa. 2. Posting tentang metode “SAKTI” ke dalam blog pribadi, blog lembaga, maupun web Dinas Pendidikan Kabupaten Demak. BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Metode “SAKTI” dapat mengembangkan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri adalah penggabungan prinsip solidaritas, efektifitas dan kreatifitas sebagai prinsip utama yang dibutuhkan dalam sebuah kemitraan guna menunjang proses kemandirian sebuah lembaga PAUD. Kemandirian diwujudkan melalui sikap kreatif dalam mengelola dan mengembangkan sebuah lembaga. 2. Langkah-langkah strategi penerapan metode “SAKTI” dalam mengembangkan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri yaitu diawali dengan a) Identifikasi kebutuhan intern di lembaga b) Menentukan aspek yang akan dimitrakan c) Menentukan calon mitra d) Penerapan komunikasi efektif untuk membuat kesepakatan dengan mitra d) Menerapkan prinsip solidaritas untuk menjaga komitmen dan kepercayaan e) Mengevaluasi hasil e) Menerapkan prinsip kreativitas untuk mengembangkan kembali manfaat kemitraan yang sudah dijalin f) Melibatkan kontrol sosial untuk mengetahui pengembangan yang dilakukan sesuai atau tidak. 3. Kekhasan dan keunikan metode “SAKTI” sebagai strategi alternatif pengembangan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri adalah: a. Penggunaan kata “SAKTI”, merujuk pada filosofis Jawa. Kata “SAKTI” identik dengan kekuatan dan keampuhan. Seperti halnya senjata Keris yang dianggap masyarakat Jawa memiliki ke”SAKTI”an dan digunakan saat berperang. Begitu pula dengan metode “SAKTI” yang dapat digunakan sebagai pegangan dan pedoman dalam perluasan jejaring kemitraan. Metode “SAKTI” ditekankan pada prinsip dasar yang menunjang keberhasilan kemitraan merujuk pada perluasan jaringan kemitraan yang dibutuhkan dalam mewujudkan lembaga PAUD yang mandiri. Prinsip utama yang meliputi Solidaritas, Efektivitas, dan Kreativitas. b. Metode “SAKTI” membuka kesempatan bagi pengelola untuk mewujudkan lembaga PAUD yang mandiri karena dengan memanfaatkan kelebihan atau potensi sebuah lembaga. Hal ini tidak akan mengubah karakteristik yang telah melekat pada sebuah lembaga. c. Metode “SAKTI” dapat digunakan oleh seluruh lembaga PAUD, karena kunci utama terletak pada kemauan dan kesadaran pengelola. d. Metode “SAKTI” sebagai strategi alternatif yang mudah dipahami dan diaplikasikan oleh lembaga PAUD. Karena pada dasarnya implementasi metode “SAKTI” ditekankan pada kepercayaan, komitmen, komunikasi efektif, dan pengembangan. e. Metode “SAKTI” merujuk pada azaz manfaat, karena di dalamnya terdapat sistem hubungan yang saling menguntungkan (mutualisme) antara lembaga PAUD dengan mitra. 4. Keinovasian metode “SAKTI” sebagai strategi alternatif pengembangan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri adalah: a. Proses penggunaan metode “SAKTI” bergantung pada keaktifan pengelola masing-masing lembaga. Hal ini dikarenakan metode “SAKTI” digunakan setelah pengelola mengidentifikasi permasalahan atau kebutuhan dalam sebuah lembaga, kemudian pengelola menentukan mitra yang sesuai, baru metode “SAKTI” baru dapat diimplementasikan. Sehingga dalam hal ini metode “SAKTI” bersifat Flexible. b. Evaluasi keberhasilan penerapan metode “SAKTI” yang paling utama diukur oleh setiap lembaga masing-masing dan mitra. Pihak diluar lembaga dan mitra hanya berfungsi sebagai kontrol sosial. Ukuran keberhasilan kemitraan juga ditentuakn oleh lembaga itu sendiri, yaitu berupa sejauh mana kepuasan akan keberhasilan dari sebuah kemitraan. 5. Kendala dan faktor pendukung penerapan metode “SAKTI” sebagai strategi alternatif pengembangan jejaring kemitraan menuju lembaga PAUD yang mandiri adalah: Kendala: a. Kurangnya wawasan pengelola tentang cara menjalin kemitraan. b. Kurangnya keberanian pengelola untuk menjalin hubungan kemitraan. c. Program kegiatan yang akan dimitrakan kurang jelas. d. Penolakan calon mitra. Faktor pendukung: a. Kesadaran dari lembaga PAUD dan mitra akan pentingnya menjalin kemitraan, karena sebuah lembaga PAUD tidak dapat mencapai tujuan, visi dan misi secara personal, tetapi membutuhkan pihak lain untuk saling bekerja sama. Dalam hal ini adalah mitra. b. Adanya banyak pelatihan dan pembinaan untuk pengelola, khususnya untuk pengelola lembaga-lembaga baru yang berdiri kurang dari 3 tahun. c. Pelaksanaan metode “SAKTI” tidak banyak membutuhkan dana dan tenaga, karena kunci utama terletak pada komunikasi efektif, kesadaran, kemauan, dan komitmen. d. Kepedulian dan peran serta organisasi profesi, masyarakat, lembaga swasta untuk selalu mendukung program PAUD. e. Prestasi / keunggulan lembaga PAUD f. Integritas dan dedikasi calon mitra B. Rekomendasi 1. Organisasi Profesi (Himpaudi, IGTKI) sebagai organisasi profesi dapat melakukan pembinaan terhadap pengelola dan pendidik PAUD untuk meningkatkan profesionalitas kinerja dalam mewujudkan lembaga PAUD yang mandiri. 2. Pendidik PAUD, melaksankan pembelajaran dengan model dan metode yang inovatif sehingga dapat mengembangkan kemampuan perilaku dan kemamuan dasar anak dengan baik. 3. Pengelola PAUD, melakukan pengelolaan lembaga dengan mengacu pada standar PAUD sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu, agar pengelola meningkatkan wawasan agar dapat memperluas jaringan kemitraan.

Rabu, 23 April 2014

Suraya itu Bintang

bila bias saja mampu memberikan terang bagaimana jika bercahaya?? yang aqu tau Suraya itu Bintang selamanya akan menjadi bintang..

Kamis, 14 April 2011

akulturasi bahasa

UPAYA MENYIKAPI AKULTURASI BAHASA ASING DALAM MENJAGA KARAKTERISTIK BANGSA MELALUI BAHASA INDONESIA

Makalah
Disusun Sebagai Materi Seminar Bahasa




Penyaji:
Nailis Suraya
07410700
(Delegasi dari kelas 7.O)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2011




BAB I
PENDAHULUAN


a. Latar Belakang
Kodrat manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari adanya interaksi dan komunikasi antarsesamanya. Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyai fungsi utama sebagai penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa berubah seiring perubahan aktivitas manusia dalam kehidupannya di masyarakat. Perubahan bahasa dapat terjadi berupa pengembangan dan perluasan bahasa. Fenomena perubahan semacam itu juga terjadi pada bahasa Indonesia karena adanya interferensi, integrasi, campur kode, dan alih kode.
Bahasa Indonesia ialah bahasa yang terpenting di kawasan republik Indonesia (Alwi, dkk, 2003:1). Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang berfungsi sebagai bahasa persatuan bagi bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia sudah selayaknya menjunjung tinggi pemakaian bahasa Indonesia karena dengan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar berarti menjunjung tinggi martabat bangsa Indonesia. Dalam perkembangan masyarakat modern saat ini, masyarakat Indonesia dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa masyarakat cenderung lebih senang dan merasa lebih intelek dengan menggunakan bahasa asing. Contoh sederhana dapat dilihat dari pemakaian kata no smoking, exit, open, delivery order, dan lain sebagainya di tempat-tempat umum, padahal kata-kata tersebut memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. Belum lagi maraknya pemakaian bahasa asing dalam acara-acara televisi di Indonesia juga menjadi cerminan bahwa akulturasi bahasa asing telah merambah ke Indonesia. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran akan berdampak terhadap perkembangan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa. Dampak dari akulturasi bahasa asing yang paling ditakutkan masyarakat Indonesia adalah kehilangan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa. Karakteristik bangsa Indonesia salah satunya tercermin dari kesantunan bahasa masyarakatnya.
Tidak dapat dipungkiri, sebagai bagian dari bangsa yang hidup di tengah dunia, bangsa Indonesia tidak akan bisa menutup diri dari pengaruh asing, termasuk dalam ranah kebahasaan. Selama bahasa masih dijadikan sebagai media komunikasi, dengan sendirinya akan terus mengalami proses adaptasi budaya. Bahasa akan terus berproses mengikuti dinamika perkembangan peradaban. Ini artinya, bangsa Indonesia harus lentur dan adaptif dalam menghadapi perubahan global. Jika bangsa Indonesia tetap kukuh menolak akulturasi bahasa dengan dalih menjaga jati diri bangsa, dikhawatirkan bangsa Indonesia justru akan terjebak ke dalam perangkap “keterasingan” di tengah kancah pergaulan dunia. Akulturasi bahasa asing yang masuk dalam bahasa Indonesia merupakan kenyataan yang harus ditanggapi dengan bijak.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam makalah ini akan dibahas upaya yang dapat dilakukan dalam menyikapi akulturasi bahasa asing dalam menjaga karakteristik bangsa melalui bahasa Indonesia.

b. Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana kedudukan bahasa Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh bahasa asing terhadap perkembangan bahasa Indonesia?
3. Apa upaya yang dapat dilakukan dalam menyikapi akulturasi bahasa asing dalam menjaga karakteristik bangsa melalui bahasa Indonesia?

c. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Mendeskripsikan kedudukan bahasa Indonesia
2. Mendeskripsikan pengaruh bahasa asing terhadap perkembangan bahasa Indonesia.
3. Mendeskripsikan upaya yang dapat dilakukan dalam menyikapi akulturasi bahasa asing dalam menjaga karakteristik bangsa melalui bahasa Indonesia.




BAB II
PEMBAHASAN


a. Kedudukan Bahasa Indonesia
Secara Yuridis, bahasa Indonesia ditetapkan secara resmi sebagai bahasa nasional pada tanggal 18 Agustus 1945. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia digunakan sebagai lambang identitas nasional, lambang kebanggaan nasional, alat pemersatu bangsa dan alat komunikasi antarsuku bangsa. Sedangkan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa administrasi negara, bahasa pengantar di lembaga pendidikan dan sebagai alat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Di Indonesia, bahasa Indonesia sudah diajarkan pada anak-anak sejak dini. Bahkan ada sebagian masyarakat yang menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu. Bahasa Indonesia dapat dipelajari di bangku sekolah. Hal ini bertujuan agar seluruh lapisan masyarakat dapat menguasai bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia mengalami penyempurnaan seiring perkembangan zaman. Penyempurnaan bahasa Indonesia baik dari segi ejaan, kosa kata, sampai pada arahan penggunaannya dalam komunikasi. Berbagai macam upaya dilakukan dalam meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia, salah satunya melalui kegiatan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Harapan utama dari kegiatan tersebut adalah masyarakat Indonesia mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Adanya interaksi dengan negara-negara asing mendorong masyarakat dalam beradaptasi, baik dari segi budaya maupun bahasa. Masuknya budaya dan bahasa asing atau yang disebut akulturasi memberikan dampak yang luas bagi perkembangan bahasa Indonesia. Dipungkiri maupun tidak, banyak kosa kata dalam bahasa Indonesia yang merupakan serapan dari bahasa asing. Satu contoh bahasa asing yang mendapat posisi “istimewa” di Indonesia adalah bahasa Inggris. Masyarakat antusias dalam mempelajari dan menguasai bahasa internasional tersebut. Fenomena tersebut sebenarnya baik karena jika ditinjau dari kualitas penguasaan bahasa dapat dikatakan bahasa masyarakat mengalami peningkatan. Dalam konteks situasi semacam itu, masyarakat hanya dituntut dalam tetap menggunakan bahasa sesuai porsinya. Bahasa Indonesia harus tetap menjadi bahasa pengantar utama dalam komunikasi masyarakat Indonesia, sedangkan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya digunakan sebagai bahasa sampingan yang digunakan ketika benar-benar diperlukan.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus tetap dijaga eksistensi penggunannya, karena bahasa Indonesia merupakan jati diri bangsa Indonesia. Peningkatan martabat bangsa dapat dilakukan, salah satunya dengan cara menggunakan bahasa Indonesia secara baik, dan benar.


b. Pengaruh Bahasa Asing terhadap Bahasa Indonesia
Bahasa asing dalam konteks pembahasan ini adalah bahasa selain bahasa Indonesia dan selain bahasa daerah di Indonesia. Bahasa asing yang banyak memengaruhi bahasa Indonesia seperti bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Portugis, dan bahasa Sansekerta. Masuknya bahasa asing atau yang disebut akulturasi bahasa memiliki pengaruh bagi perkembangan bahasa Indonesia.
Kosa kata yang digunakan dalam bahasa Indonesia banyak yang berasal dari serapan bahasa asing. Contoh:
Bahasa Asal Contoh Kata yang Diserap:
Bahasa Sanskerta agama, bahasa, cerita, cita, guru, harta, pertama, sastra, sorga, warta
Bahasa Arab alam, adil, adat, daif, haram, haji, kitab, perlu, sah, subuh, hisab, madrasah, musyawarah
Bahasa Belanda pipa, baut, kaos, pesta, peluit, setir, brankas, balok, pelopor, dongkrak, nol, bom, saku
Bahasa Inggris kiper, kornel, tim, gol, final, tes, organisasi, proklamasi, legal, administrasi, stop,
Bahasa Cina loteng, kue, kuah, teh, cengkeh, cawan, teko, anglo, toko, tauco
Bahasa Portugis meja, kemeja, gereja, bendera, peluru, almari, mentega, roda, lentera, armada, paderi
Keseluruhan kata-kata tersebut menjadi kosa kata bahasa Indonesia melalui proses adaptasi sehingga sesuai dengan sistem bahasa Indonesia. Akulturasi bahasa asing sudah berlangsung lama dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pada era globalisasi ini kekhawatiran terhadap pengaruh masuknya unsur-unsur asing terhadap bahasa Indonesia perlu diminimalisir. Yang perlu dicermati adalah penagaruh asing tersebut harus diarahkan pada perkembangan yang positif terhadap bahasa Indonesia. Dengan kata lain, akulturasi bahasa asing membuat bahasa Indonesia menjadi kaya akan kosa kata baru. Bahasa yang belum ada dalam bahasa Indonesia dapat diadopsi dari bahasa asing.


c. Upaya Menyikapi Akulturasi Bahasa Asing agar Tidak Mengubah Karakter Bangsa melalui Bahasa Indonesia.
Adanya Proses akulturasi bahasa merupakan proses yang wajar terjadi dalam dinamika komunikasi global. Proses saling memengaruhi dan dipengaruhi akan terus terjadi dalam pergaulan antarbangsa secara simultan dan terus-menerus. Kearifan zaman-lah yang akan menjadi filter utama dalam menilai apakah proses akulturasi bahasa itu sesuai dengan karakteristik bangsa dan pola pikir masyarakat atau tidak. Dalam konteks kebahasaan, proses akulturasi tidak bisa ditolak sepenuhnya. Bahasa Indonesia tidak bisa selamanya menutup diri dari pengaruh bahasa asing. Fakta justru membuktikan bahwa kosakata bahasa Indonesia menjadi kaya karena sentuhan pengaruh bahasa asing yang secara perlahan-lahan mengalami proses adaptasi sehingga istilah serapan tidak lagi terkesan sebagai sesuatu yang asing.
Seiring dengan peran bangsa Indonesia di tengah kancah perubahan global, bahasa Indonesia idealnya semakin terbuka, lentur, dan adaptif terhadap istilah-istilah asing. Kesalahan yang terkadang dilakukan masyarakat Indonesia adalah terlalu terbiasa dengan bahasa asing, sehingga melupakan bahasa yang sebenarnya asli bahasa Indonesia. Contohnya:
1. Kata relative (sering dituturkan sebagai relatif), padahal dalam bahasa Indonesia sama padanannya dengan kata nisbi.
2. Kata consistent (sering dituturkan sebagai konsisten), padahal dalam bahasa Indonesia sama padanan dengan kata panggah.
3. Kata effective (sering dituturkan sebagai efektif), padahal dalam bahasa Indonesia sama padanan dengan kata mangkus.
4. Kata efficient (sering dituturkan sebagai efisien), padahal dalam bahasa Indonesia sama padanan dengan kata sangkil.
Dalam konteks demikian agar perkembangan bahasa Indonesia lebih dinamis di tengah perubahan global diperlukan sikap selektif dalam menjaring kata-kata padanan. Tidak semua kata serapan dari bahasa asing “dipaksakan” dicarikan kata padanan dalam bahasa Indonesia kalau pada kenyataannya kata padanan tersebut terasa lebih “asing”. Akulturasi bahasa asing memberikan manfaat dan juga dampak bagi perkembangan bahasa Indonesia, khususnya berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri dan kebanggaan masyarakat dalam menggunakan bahasa.
Maraknya penggunaan bahasa asing dalam komunikasi yang dilakukan masyarakat Indonesia memancing ketakutan dan kontroversi dari berbagai pihak. Kehilangan karakteristik bangsa Indonesia merupakan salah satu kekhawatiran terbesar. Oleh karena itu, agar bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa yang bermartabat di kancah nasional maupun Internasional, perlu adanya tindakan dari masyarakat Indonesia.
1. Menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing secara Proporsional
Penggunaan bahasa secara proporsional merupakan kunci utama terjadinya kesesuaian dalam penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa secara proporsional yang dimaksudkan adalah menggunakan bahasa sesuai tempat, konteks, dan porsinya. Contoh:
1. Jika berbicara dalam forum resmi sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia yang resmi atau sesuai kaidah. Jika dalam forum tidak terdapat orang asing atau warga dari negara lain dalam jumlah besar, maka bahasa Indonesia dapat dipilih sebagai bahasa dalam komunikasi.
2. Jika berbicara pada forum resmi yang dihadiri berbagai kalangan, termasuk warga asing maka bahasa Indonesia dapat dikombinasikan dengan bahasa asing, namun komposisi pemakaiannya harus sesuai.
3. Jika berbicara dalam suasana santai, antarsebaya dan bukan pada konteks resmi, bahasa yang digunakan boleh “gado-gado”, mengingat bahwa di Indonesia juga terdapat bahasa daerah yang juga harus dilestarikan.
Masyarakat Indonesia akan terkesan berwibawa apabila dapat menempatkan diri dengan bahasanya sesuai situasi. Bahasa Indonesia juga akan tetap bermartabat karena digunakan dengan baik dan benar.
2. Meningkatkan Pemakaian Bahasa Indonesia secara Baik dan Benar
Penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar merupakan arahan yang dikeluarkan Pusat Bahasa melalui Balai Bahasa, pakar bahasa, dan media massa. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat memakai bahasa Indonesia secara tertib.
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan situasi pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan bicara, tempat pembicaraan, dan ragam pembicaraan), sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia (seperti: sesuai dengan kaidah ejaan, istilah, dan tata bahasa). Jadi, pengertian penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar adalah penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai situasinya dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Berdasar pengertian tersebut, dua syarat utama yang harus dipenuhi pemakai bahasa Indonesia agar disebut baik dan benar adalah memahami secara baik kaidah bahasa Indonesia dan memahami benar situasi kebahasaan yang dihadapi. Seseorang yang menggunakan bahasa baku dalam situasi resmi dan menggunakan ragam tidak baku dalam situasi tidak resmi disebut orang yang mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar; karena sesuai dengan fungsi dan situasinya.
Arahan dalam menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar dikonotasikan sebagaian masyarakat membuat kesan lebih kaku. Konotasi semacam ini harus segera diantisipasi dengan berbagai arahan atau pembinaan karena adanya sikap positif para pemakai bahasa Indonesia adalah kunci utama keberhasilan penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Sikap positif pemakai bahasa mengandung tiga ciri pokok, yaitu kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan adanya norma bahasa. Kesetiaan adalah sikap yang mendorong masyarakat dalam mempertahankan kemandirian bahasanya. Kebanggaan bahasa adalah sikap yang mendorong orang atau sekelompok menjadikan bahasanya sebagai identitas pribadi atau kelompoknya sekaligus membedakan dengan yang lain. Sedangkan kesadaran adanya norma adalah sikap yang mendorong penggunaan bahasa secara cermat, korek, santun dan layak. Kesadaran demikian merupakan faktor yang menentukan dalam perilaku tutur. Sikap tidak ada gairah dalam mempertahankan kemandirian bahasanya, mengalihkan kebanggaan kepada bahasa lain yang bukan miliknya dan sikap tidak memelihara cermat bahasa dan santun bahasanya harus dicegah karena akan merugikan pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia.
3. Menjaga Karakteristik Bangsa Indonesia melalui Bahasa Indonesia
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku, ras, bahasa, dan budaya yang menyebar ke seluruh nusantara. Salah satu keragaman tersebut disatukan melalui bahasa. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai identitas nasional, lambang kebanggaan nasional, alat pemersatu bangsa, dan alat komunikasi antarsuku bangsa.
Sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia memiliki karakteristik yang menjadi cerminan realitas kehidupan bernegara. Karakter sebuah bangsa merupakan merupakan jatidiri, nilai dan norma kehidupan yang menjadi landasan berpikir dan bertindak suatu bangsa. Karakter suatu bangsa juga menjadi cerminan dari karakter individunya. Indonesia di kenal dunia sebagai bangsa yang berkarakter santun, ramah dan penyabar. Hal itu terlihat jelas dalam prilaku dan tindakan serta bahasa keseharian rakyat Indonesia.
Karakter bangsa Indonesia menurut Susilo Bambang Yodohyono pada sambutan seusai dilantik sebagai Presiden RI ke-7 pada 20 Oktober 2009 adalah
“Kita harus menjaga jati diri kita, ke-Indonesia-an kita. Hal yang membedakan bangsa kita dengan bangsa lain di dunia adalah budaya kita, way of life kita dan ke-Indonesia-an kita. Ada identitas dan kepribadian yang membuat bangsa Indonesia khas, unggul, dan tidak mudah goyah. Keindonesiaan kita tercermin dalam sikap pluralisme atau ke-Bhineka-an, kekeluargaan, kesantunan, toleransi, sikap moderat dan keterbukaan, serta rasa kemanusiaan. Hal-hal inilah yang harus kita jaga, kita pupuk, kita suburkan di hati sanubari kita dan di hati anak-anak kita. Inilah modal krusial yang paling berharga”.
Perubahan karakter suatu bangsa bisa terjadi karena merupakan kesepakatan bersama dari seluruh elemen bangsa itu sendiri, tapi bisa juga terjadi karena adanya pengaruh masuknya nilai-nilai dari luar ataupun hilangnya kesadaran suatu bangsa akan karakter bangsanya sendiri. Perubahan ini dapat berdampak positif tapi bisa juga berdambak buruk terhadap perkembangan jati diri, nilai-nilai, serta norma kehidupan yang dimiliki oleh suatu bangsa.
Pembentukan karakter bangsa Indonesia salah satunya adalah melalui peningkatan kualitas bahasa. Bahasa menjadi cerminan dari nilai-nilai yang di anut oleh suatu masyarakat. Bahasa juga menggambarkan karakter suatu bangsa. Pepatah bijak mengatakan “Bahasa mencerminkan bangsa” dan “Sastra dapat memperhalus jiwa”. Hal ini benar adanya karena memiliki karakter yang santun maka bahasa akan sejalan. Bahasa yang santun mencerminkan keadaan masyarakat saat itu. Memperbaiki penilaian orang atau bangsa lain terhadap bangsa Indonesia bisa dilakukan dengan meningkatkan kualitas bahasa. Cerminan kualitas bahasa Indonesia akan baik bila menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.




BAB III
PENUTUP


a. Simpulan
Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia digunakan sebagai lambang identitas nasional, lambang kebanggaan nasional, alat pemersatu bangsa dan alat komunikasi antarsuku bangsa. Sedangkan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa administrasi negara, bahasa pengantar di lembaga pendidikan dan sebagai alat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya.
Masuknya bahasa asing atau yang disebut akulturasi bahasa sangat berpengaruh pada perkembangan bahasa Indonesia. Akulturasi bahasa asing sudah berlangsung lama dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Kosa kata dalam bahasa Indonesia sebagian besar merupakan adopsi dari bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Portugis, dan bahasa Sansekerta. Oleh karena itu, pada era globalisasi ini kekhawatiran terhadap pengaruh masuknya unsur-unsur asing terhadap bahasa Indonesia perlu diminimalisasi. Yang perlu dicermati adalah pengaruh asing tersebut harus diarahkan pada perkembangan yang positif terhadap bahasa Indonesia. Dengan kata lain, akulturasi bahasa asing membuat bahasa Indonesia menjadi kaya akan kosa kata baru.
Kekhawatiran masyarakat dengan adanya akulturasi bahasa asing dapat mengubah karakteristik bangsa harus diimbangi dengan sikap yang bijaksana, seperti membiasakan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa asing secara proporsional, menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, dan mempertahankan karakteristik bangsa indonesia melalui bahasa.

b. Saran
Untuk seluruh masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Indonesia agar menyikapi akulturasi bahasa asing dengan bijaksana. Mengajarkan berbahasa Indonesia secara baik dan benar kepada generasi muda sejak dini, serta menjaga karakteristik bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA


Moeliono, Anton. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.
Muslich, Masnur dan Suparno. 1988. Bahasa Indonesia: Kedudukan, Fungsi, Pembinaan, dan Pengembangannya. Bandung: Jemmars.
Pateda, Mansoer.1991. “Pengaruh Arus Globalisasi terhadap Pembinaan Bahasa di Indonesia". Makalah Munas V dan Semloknas I HPBI: Padang: Panitia Penyelenggara.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Seminar Politik Bahasa Nasional. Jakarta: Pusat Bahasa.
Salim, Emil, 1990. "Pembekalan Kemampuan Intelektual dalam Menjinakkan Gelombang Globalisasi" dalam Mimbar.
http://lenterahati.web.id

Kamis, 29 Juli 2010

welcome to my blog

selamat datang di blog kesayanganku...
kamu bisa baca koleksi tulisan-tulisanku...semoga bermanfaat...

Minggu, 06 Desember 2009

ARTIKEL PENULISAN KREATIF

Nama :Durotun Nafiah
NPM :07410682
Kelas :5/O


EKSISTENSI PENDIDIKAN REMAJA


Remaja adalah masa yang penuh warna, masa penentuan dagi setiap manusia untuk melangkah kejenjang perubahan sikap, pola pikir, serta tantangan moral dalam kehidupan. Dalam masa seperti ini, para remaja sering kali labil dalam mengatur emosi mereka. Kebanyakan dari mereka masih sering mengedepankan otot daripada otak mereka.

Dewasa ini, remaja adalah sosok yang paling signifikan dalam pembentukan suatu karakter bangsa. Para remaja adalah manifestasi dari suatu bangsa itu sendiri. Para remaja di Indonesia harus sadar akan kewajibannya, yaitu sebagai generasi penerus bangsa, bukannya bersenang-senang seperti yang kita lihat sekarang. Para remaja di Indonesia sekarang lebih mementingkan pergaulan daripada studinya, padahal pendidikan sangat penting bagi mereka. Sebagai generasi penerus bangsa harus mempunyai pendidikan yang tinggi, agar dapat memajukan bangsa dan negaranya disemua bidang terutama pendidikan. Di Indonesia para remajanya memang pandai-pandai, tetapi mereka malas untuk mengembangkan ilmunya. Itu sebabnya remaja di Indonesia sangat tertinggal jauh dengan remaja di luar negeri, sehingga mereka tidak maju-maju.

Kita tengok saja kehidupan remaja di Jepang. Para remaja di sana sangat maju, mereka lebih mengutamakan pendidikan, sehingga mereka dapat lebih maju dan berkembang. Di Jepang para remaja SMP sudah bisa menciptakan teknologi modern seperti robot, komputer, HP dan sebagainya. Itu karena para remaja di sana lebih mengutamakan pendidikan, sehingga mereka bisa lebih mandiri dan berlomba-lomba untuk menciptakan teknologi yang canggih dan modern.

Di Amerika, para remaja SMA sudah mampu merakit mesin mobil sendiri. Mereka bisa melakukan itu karena mereka pandai dan lebih mengutamakan pendidikan dan mempunyai tekat, sehingga mereka bisa membawa harum nama negaranya.

Di Inggris hampir tidak ada remaja yang berkeliaran di jalan. Pemerintah di sana mewajibkan semua remaja harus menempuh pendidikan. Sehingga para remaja di sana menjadi lebih maju dan kreatif.
Itu sebabnya para remaja kita lebih suka menempuh pendidikan ke luar negeri daripada di Indonesia, karena pendidikan di luar negeri lebih maju bibandingkan di Indonesia.
.....................................................................................................................................................................


Berkaca Kepada Amuk alam

Pergantian 2009 ke 2010 akan segera datang. Momen itu seakan memberikan tantangan baru, khususnya bagi bangsa indonesia dalam menatap masa depan. Menengok mengenai masalah yang merundung bangsa Indonesia dari tahun ke tahun, rasanya sangat memperihatinkan manakala sampai saat ini kejadian serupa masih saja terjadi, seperti kasus korupsi yang kian membudaya. Selain itu, masalah ekonomi, sodsial politik, dan masalah pendidikan masih menimbulkkan kontroversi bagi masyarakat. Belum lagi masalah yang timbul akibat bencana alam berupa tanah longsor, banjir, puting beliung, kecelakaan alat transportasi (darat, laut, udara), dan kelaparan disejumlah daerah akibat krisis pangan.

Jika ditelaah dari sederetan kejadian yang merundung bangsa Indonesia dari tahun ke tahun, rasanya banyak kemiripan. Bencana gempa bumi di daeah Sumatra dan sekitarnya pada Oktober lalu, hampir sama dengan bencana Tsunami (26/12) lalu. keduanya menelan korban sangat banyak. kemiripan yang paling signifikan tampak dari hilangnya suatu daerah atau peerkampungan akibat bencana. Gempa bumi di Sumatera salah satu kedahsyatannya telah menimbun satu perkampungan, ironisnya dari sekian ratus jumlah warga kampung, hanya tiga orang warga yang selamat sedangkan lainnya tertimbun tanah dan sulit dievakuasi, bahkan ada sepasang pengantin yang ikut menjadi korban di dalamnya. Sedangkan Tsunami di Aceh, telah meluluh lantahkan seluruh wilayah Aceh sehingga wilayah tersebut tertutup air dan lumpur. bencana tersebut menimbulkan kemiskinan mendadak pada korbannya, karena seluruh harta benda mareka raib. Yang lebih memilukan, mereka harus kehilangan sanak keluarga.

Dari kedua bencana tersebut, kita semua dan pemerintah pada khususnya seharusnya lebih peka dan tanggap . Seharusnya kita lebih sadar diri untuk menerapkan Warning Early System (Sistem Peringatan Dini) dan lebih mendekatkan diri pada tuhan agar bencana serupa tidak terjadi lagi. NAILIS SURAYA 07410700.

Jumat, 04 Desember 2009

Curhat Bareng Nelis Yuk...

NO JUDUL

Tuhan, malaikatku tlah kembali padaMu
suara lirih saksi dalam keabadian tak berujung
senyum sederhana itu kenang manis malaikatMu
di antara sapuan cekat tangan emas
ia berikan mahkota
benar jika senyumku jua atasnya
linangan ini risik tak berarti
terlanjur malaikatku tak kembali
mahkota itu usam tanpa sentuh
"kan ku kenakan lagi" itu janjku
biar kau di surga, kan ku cipta senyum atasmu
goresan bukti kasih
kau malaikat tak bersayap.
30/11/09 at 21.00
keabadian tuk sang dosen.
..........................................................................
kembaraku berlabuh atasmu
hasrat ini tak ku sentuh sendiri
bias darimu ukir galauku
jika kau tau, lirihlah walau terbata
.......................................................................
sanggupkah lihat bidadari bercadar nestapa?
sementara tangan kaku tak restui seka
telaga keruh pada ujung bibir kelu
bidadari rindukan selendangnya
bintang itu bias senyum bidadariku
.....................................................................
jangan kotori bibirku dengan bibirmu
ku rasa nikmat itu kesia-siaan
sementara jalan masih tak berhujung
bibirmu semanis kopi pagi
terjamah karena berkah
sementra bibirku diam tanpa belaimu
...................................................................
malam ini bulan bertudung amarah
bintang berkedip tak urung restu
bisikku dalam sayu syahdu menggores
malam ini bintang memangku rembulan
...................................................................
sama tak harus tak ada beda
ibarat sisi mata uang beda dalam satu kesamaan
hakikat beda dan sama tak banyak yang tau
jika kamu mau tau, berkacalahlah padaku
...........................................................................
rintik sisakan risik tamanku pun bsah
di antara goresan pada telaga di pelupukku
rintik itu kesucian hidup
ingat!
tak usah lacak rintik sepanjang lentera
lihat!
pelupukku basah bertudung bulan